Fraud dapat didefinisikan sebagai suatu penyimpangan
atau perbuatan melanggar hukum (Ilegal
Acts) yang dilakukan dengan sengaja, untuk tujuan tertentu, misalnya menipu
atau memberikan gambaran yang keliru (mislead)
untuk keuntungan pribadi/kelompok secara tidak fair, baik secara langsung maupun tidak langsung merugikan pihak
lain.
Kecurangan yang terjadi di lingkungan korporasi
dipengaruhi 3 unsur faktor pendorong, yaitu: motivasi, kesempatan dan
rasionalisasi atau pembenaran.
I.
Peran
dan Tanggung Jawab Internal Auditor Dalam Masalah Kecurangan
Terdapat 4 pilar utama dalam
memerangi kecurangan yaitu :
1. Pencegahan
kecurangan (fraud prevention)
2. Pendeteksian
dini kecurangan (eraly fraud detection)
3. Investigasi
kecurangan (fraud investigation)
4. Penegakan
hukum atau penjatuhan sanksi (follow-up
lega action)
Berdasarkan
4 pilar utama dalam rangka memerangi kecurangan tersebut, peran penting dari
internal auditor dalam ikut membantu memerangi perbuatan kecurangan khususnya
mencakup :
- Preventng Fraud
(mencegah kecurangan)
- Detecting Fraud
(mendeteksi kecurangan)
- Investigating Fraud
(melakukan investigasi kecurangan)
II.
Tanggung
Jawab Internal Auditor
Tanggung jawab internal auditor dalam
pencegahan, pendeteksian dan menginvestigasi perbuatan kecurangan memegang
peranan penting dalam mendukung penerapan good
corporate governance. Efektifitas peran internal auditor dalam mencegah dan
mendeteksi kecurangan sangat tergantung pada besar kecilnya status kewenangan
yang dimiliki dan mekanisme pelaporan hasil investigasi kecurangan yang dapat
dijalankannya.
Dalam Standar Internal Auditing (SIAS)
No.3, tanggung jawab internal auditor dalam mendeteksi kecurangan yang mencakup
:
1. Internal
auditor harus memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang memadai atas kecurangan
agar dapat mengidentifikasi kondisi yang menunjukkan tanda-tanda fraud yang mungkin terjadi.
2. Internal
auditor harus mempelajari dan menilai struktur pengendalian perusahaan untuk
mengidentifikasi timbulnya kesempatan terjadinya kecurangan, seperti kurangnya
perhatian dan efektivitas terhadap sistem pengendalian intern yang ada.
Berkaitan dengan pendeteksian kecurangan
yang efektif, internal auditor harus mampu melakukan, antara lain :
· Mengkaji
sistem pengendalian intern untuk menilai kekuatan dan kelemahannya,
· Mengidentifikasi
potensi kecurangan berdasarkan kelemahan yang ada pada sistem pengendalian
intern,
· Mengidentifikasi
hal-hal yang menimbulkan tanda tanya dan transaksi-transaksi diluar kewajaran
(non prosedural),
· Membedakan
faktor kelemahan dan kelalaian manusia dari kesalahan yang bersifat fraud,
· Berhati-hati
terhadap prosedur, praktik dan kebijakan manajemen,
· Dapat
menetapkan besarnya kerugian dan membuat laporan atas kerugian karena
kecurangan, untuk yujuan penuntutan pengadilan (litigasi), penyelesaian secara
perdata, dan penjatuhan sanksi internal (skorsing hingga pemutusan hubungan
kerja),
· Mampu
melakukan penelusuran dan mengurai arus dokumen yang mendukung transaksi
kecurangan,
· Mencari
dokumen pendukung untuk transaksi yang dipertanyakan (dispute),
· Mereview
dokumen yang sifatnya aneh/mencurigakan,
· Menguji
jalannya implementasi motivasi dan etika organisasi di bidang pencegahan dan
pendeteksian kecurangan.
Tanggung jawab internal auditor
berkaitan dengan investigasi kecurangan adalah :
· Menetapkan
apakah pengendalian yang ada telah cukup memadai dan efektif untuk mengungkap
terjadinya kecurangan
· Merancang
suatu prosedur audit untuk mengungkap dan mencegah terulangnya kembali
terjadinya kecurangan atau penyimpangan
· Mendapatkan
pengetahuan yang cukup untuk menginvestigasi kecurangan yang sering terjadi.
III.
Mencegah Terjadinya Kecurangan
A. Jenis
Kecurangan
Jenis-jenis kecurangan yang dikenal
selama ini meliputi kecurangan-kecurangan berikut ini :
1. Employee
embezzlement atau occupational fraud, yaitu kecurangan yang dilakukan pegawai
karena jabatan atau kedudukannya dalam organisasi.
2. Management
fraud, yaitu kecurangan yang dilakukan oleh manajemen, biasanya dengan
melakukan penyajian laporan keuangan yang tidak benar untuk keuntungan
organisasi atau perusahaan.
3. Investment
scam, yaitu kecurangan yang dilakukan dengan membujuk investor untuk menanamkan
uangnya pada suatu bentuk investasi dengan janji akan memperoleh hasil
investasi yang berlipat dalam waktu capat.
4. Vendor
fraud, yaitu kecurangan yang dilakukan oleh pemasok atau organisasi yang
menjual barang/jasa dengan harga yang teralu tinggi dibandingkan dengan kwalitasnya,
atau barang/jasanya tidak direalisasikan walaupun pembeli telah membayar.
5. Customer
fraud, yaitu kecurangan yang dilakukan pembeli/pelanggan.
6. Computer
fraud, yaitu kecurangan yan dilakukan dengan cara merusak program komputer,
file data, sistem operasi, alat atau media yang digunakan yang mengakibatkan
kerugian bagi organisasi yang sistem komputernya dimanipulasi.
Ada
tiga elemen kunci yang disebut sebagai Fraud Triangel yang mendorong seseorang
atau sekelompok orang melakukan kecurangan. Ketiga elemen tersebut adalah :
1. Adanya
tekanan (perceived pressure)
2. Adanya
kesempatan (perceived opportunity)
3. Adanya
alasan pembenaran (rationalization)
Elemen
pertama dan ketiga lebih melekat pada kondisi kehidupan dan sikap mental
pribadi seseorang, sedangkan elemen kedua terkait dengan sistem pengendalian
internal dalam suatu organisasi atau perusahaan.
Untuk
menutup atau meminimalkan kecurangan, membangun sistem pengendalian intern
merupakan cara yang dapat dilakukan oleh manajemen. Agar pengendalian intern
dengan sarana-sarana pengendaliannya dapat berjalan secara efektif, Committee
of Sponsoring Organization of The Treadway Commission yang dikenal dengan
singkatan COSO, menetapkan 5 (lima) komponen Struktur Pengendalian Intern yang
harus dilaksanakan, meliputi :
1. Lingkungan
pengendalian (control environment)
2. Penilaian
risiko (risk assessment)
3. Aktivitas
pengendalian (control activities/control procedures)
4. Informasi
dan komunikasi (information and communication)
5. Pemantauan
(monitoring)
IV.
Mendeteksi
Kecurangan
Teknik mendeteksi kecurangan dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu :
1.
Critical
Point Auditing (CPA)
CPA merupakan suatu teknik dimana
melalui pemeriksaan atas catatan pembukuan, gejala suatu manipulasi dapat
diidentifikasi.
Critical
point auditing ini adalah :
a. Analisis
Tren; pengujian ini terutama dilakukan atas kewajaran pembukuan pada rekening
buku besar dan menyangkut pula pembandingannya dengan data sejenis untuk
periode sebelumnya maupun dengan data sejenis dari cabang-cabang perusahaan.
b. Pengujian
Khusus
Pengujian khusus dilakukan terhadap
kegiatan-kegiatan yang memiliki risiko tinggi untuk terjadinya kecurangan.
Kegiatan-kegiatan tersebut seperti :
- Pembelian
- Pemeriksa
tingkat kewenangan pejabat dalam melakukan pembelian dan menyetujui faktur.
- Lakukan
uji-petik terhadap kontrak, terutama dari pemasok yang barang-barangnya dibeli
tanpa ada harga resminya.
- Penjualan
dan pemasaran. Kecurangan dalam aktivitas ini biasanya dilakukan dengan cara
seolah-olah terjadi penjualan yang diikuti dengan pengiriman barang namun tanpa
pendebetan pada rekening debitur.
- Persediaan
- Analisis
hubungan
2.
Job Sensitivity
Analysis
(JSA)
Teknik analisis kepekaan pekerjaan (job sensitivity analysis) didasarkan
pada suatu asumsi. Dengan kata lain, teknik ini merupakan analisis dengan
risiko kecurangan dari sudut “pelaku potensial”, sehingga pencegahan terhadap
kemungkinan terjadinya kecurangan dapat dilakukan misalnya dengan memperketat
pengendalian intern pada intern pada posisi-posisi yang rawan kecurangan.
V.
Audit
Investigatif
Investigasi merupakan metode/teknik yang
digunakan dalam audit investigatif. Audit investigatif mencakup review
dokumentasi keuangan untuk tujuan tertentu, yang mungkin berhubungan dengan
masalah litigasi dan pidana.
Adapun prinsip-prinsip investigasi adalah
sebagai berikut :
1. Investigasi
merupakan tindakan mencari kebenaran dengan memperhatikan keadilan dan
berdasarkan pada ketentuan perundangan yang berlaku.
2. Kegiatan
investigasi mencakup pemanfaatan sumber-sumber bukti yang dapat mendukung fakta
yang dipermasalahkan.
3. Semakin
kecil selang antara waktu terjadinya tindak kejahatan dengan waktu untuk
merespon maka kemungkinan suatu tindak kejahatan dapat terungkap akan semakin
besar.
4. Investigator
mengumpulkan fakta-fakta sehingga bukti yang diperoleh dapat memberikan
simpulan sendiri.
5. Bukti
fisik merupakan bukti nyata
6. Penggunaan
tenaga ahli merupakan bantuan bagi pelaksanaan investigasi, bukan merupakan
pengganti dari investigasi.
7. Investigator
harus selalu berusaha mengkonfirmasikan setiap pernyataan dan keterangan yang
diberikan saksi.
8. Jika
investigator mengajukan pertanyaan yang cukup kepada sejumlah orang yang cukup,
dapat diharapkan memperoleh jawaban yang benar.
9. Investigator
harus mempertimbangkan segala kemungkinan untuk dapat memperoleh informasi.
10. Pengamatan,
informasi dan wawancara merupakan bagian yang penting dalam investigasi.
Tahap audit investigatif
1.
Perencanaan
2.
Pelaksanaan
(pengumpulan bukti dan kegiatan evaluasi bukti)
3.
Pelaporan
Dalam
melakukan Audit investigasi terdapat beberapa teknik yang dapat dipergunakan
antara lain adalah:
1.
Pemeriksaan
Fisik
Pengamatan fisik dari alat bukti atau petunjuk fraud,
menolong investigator untuk menemukan kemungkinan korupsi yang telah dilakukan.
2.
Meminta
informasi dan konfirmasi
Meminta
informasi dari auditee dalam audit investigatif harus disertai dengan informasi
dari sumber lain agar dapat meminimalkan peluang auditee untuk berbohong.
Meminta
konfirmasi adalah meminta pihak lain (selain auditee) untuk menegaskan
kebenaran atau ketidakbenaran suatu informasi.
Meminta
konfirmasi dapat diterapkan untuk berbagai informasi, keuangan maupun
nonkeuangan.
Harus
diperhatikan, apakah pihak ketiga yang dimintai konfirmasi punya kepentingan
dalam audit investigatif. Jika ada, maka harus diperkuat dengan konfirmasi kpd
pihak ketiga lainnya
3.
Memeriksa
Dokumen
Tidak ada
Audit Investigative tanpa pemeriksaan dokumen.
Definisi
dokumen menjadi lebih luas akibat kemajuan teknologi, meliputi informasi yang
diolah, disimpan dan dipindahkan secara elektronis.
Karena itu,
teknik memeriksa dokumen mencakup komputer forensik.
4.
Review Analitikal
Dalam review
analitikal, yang penting adalah: kuasai gambaran besarnya dulu (think
analytical first!).
Review Analitikal
adalah suatu bentuk penalaran yang membawa auditor pada gambaran mengenai wajar
atau pantasnya suatu data individual disimpulkan dari gambaran yang diperoleh
secara global. Kesimpulan wajar atau tidak diperoleh dari perbandingan terhadap
benchmark. Kesenjangan antara apa yang dihadapi dengan benchmark:
apakah ada kesalahan (error), fraud atau salah merumuskan
patokan.
Kenali pola
hubungan (relationship pattern) data keuangan yang satu dengan data
keuangan yang lain atau data non-keuangan yang satu dengan data non-keuangan
yang lain.
5.
Menghitung
Kembali (Reperform)
Reperform dalam audit investigatif harus disupervisi
oleh auditor yang berpengalaman karena perhitungan yang dihadapi dalam audit
investigative umumnya sangat kompleks, didasarkan atas kontrak yang sangat
rumit dan kemungkinan terjadi perubahan dan renegosiasi berkali-kali.
6.
Net Worth
Method
Membuktikan
adanya penghasilan yang tidak sah, dan melawan hukum.
Pemerikasaan
dapat dihubungkan dengan besarnya pajak yang dilaporkan dan dibayar setiap
tahunnya.
Laporan
harta kekayaan pejabat, merupakan dasar dari penyelidikan.
Pembalikan
beban pembukitian kepada yang bersangkutan.
7.
Follow The
Money
Berarti
mengikuti jejak yang ditinggalkan dari arus uang sampai arus uang tersebut
berakhir.
Naluri
penjahat selalu menutup rapat identitas pelaku, berupaya memberi kesan tidak
terlihat, atau tidak ditempat saat kejadian berlangsung.
Dana bisa
mengalir secara bertahap dan berjenjang, tapi akhirnya akan berhenti di satu
atau beberapa tempat penghentian terakhir. Dan tempat inilah yang memberikan
petunjuk kuat mengenai pelaku fraud.
VI.
Aspek
Hukum
Terhadap temuan hasil audit yang
diperoleh dari hasil investigasi, perlu dikomunikasikan kepada manajemen
auditee yang akan menyelesaikan atau menindaklanjuti temuan audit dan
rekomendasi sebagaimana tercantum dalam laporan hasil audit.